Kamis, 08 Desember 2011

K3LH ( KESEHATAN , KESELAMATAN KERJA DAN LINGKUNGAN HIDUP )

KATA PENGANTAR

Pertama – tama kami panjatkan puji dan syukur kehadirat Alloh SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufik serta hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan tulisan K3LH ( Kesehatan, Keselamatan Kerja dan Lingkungan Hidup ).  Tulisan ini kami susun berdasarkan data – data yang telah kami kumpulkan serta untuk memenuhi tugas salah satu kopetensi Jaringan Lokal Akses Tembaga.
Dalam pelaksanaan penyusunan tulisan ini kami tidak terlepas dari bantuan serta dukungan dari berbagai pihak, untuk itu sudah sepantasnya kami mengucapkan terimakasih kepada :

1.        Bapak Sudrajad selaku guru produktif.
2.        Pengelola perpustakaan SMK Telkom SP. Purwokerto
3.        Semua pihak yang telah membantu penyusunan tulisan ini yang tidak dapat kami sebutkan satu – persatu.

Kami menyadari sepenuhnya bahwa penyusunan tulisan ini masih banyak kekurangan dan masih jauh dari sempurna. Untuk itu kami mengharapkan saran dan kritik yang membangun, sehingga penyusunan tulisan selanjutnya dapat lebih baik lagi. Semoga laporan ini bermanfaat bagi para pembaca.
Akhir kata kami ucapkan terima kasih dan kami berharap semoga tulisan ini bermanfaat dan menambah pengetahuan kami.


                                                                                                             Purwokerto, Mei 2009

                                                                                                                          Penulis





BAB I
PENDAHULUAN

Dalam dunia persaingan terbuka pada era globalisasi ini , perusahaan menerapkan standar acuan terhadap berbagai hal terhadap industri seperti kualitas, manajemen kualitas, manajemen lingkungan, serta keselamatan dan kesehatan kerja. Apabila saat ini industri pengekspor telah dituntut untuk menerapkan Manajemen Kualitas (ISO-9000, QS-9000) serta Manajemen Lingkungan (ISO-14000) maka bukan tidak mungkin tuntutan terhadap penerapan Manajemen Keselamatan dan Kesehatan kerja juga menjadi tuntutan pasar internasional.
Untuk menjawab tantangan tersebut Perusahaan menerapkan kebijakan kesehatan dan keselamatan kerja berdasarkan pada peraturan dari pemerintah yang diwakili oleh Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi yang telah menetapkan sebuah peraturan perundangan mengenai Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) yang tertuang dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor : PER.05/MEN/1996.
Hal ini bertujuan untuk menciptakan sistem K3 di tempat kerja yang melibatkan segala pihak sehingga dapat mencegah dan mengurangi kecelakaan dan penyakit akibat kerja dan terciptanya tempat kerja yang aman, efisien, dan produktif.










BAB II
PEMBAHASAN

A. UNDANG – UNDANG K3LH

*    Undang Undang No. 1 Tahun 1970
         
Oleh                 : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Nomor             : 1 TAHUN 1970 (1/1970)
Tanggal            : 12 JANUARI 1970 (JAKARTA)
Sumber            : LN 1970/1; TLN NO. 2918

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
Presiden Republik Indonesia,


Indonesia mempunyai kerangka hukum K3 yang ekstensif, sebagaimana terlihat pada daftar peraturan perundang-undangan K3 yang terdapat dalam Lampiran II. Undang-undang K3 yang terutama di Indonesia adalah Undang-Undang No. 1/ 1970 yaitu tentang  Keselamatan Kerja. Undang-undang ini meliputi semua tempat kerja dan menekankan pentingnya upaya atau tindakan pencegahan primer.Sedangkan Undang-Undang No. 23/ 1992 yaitu tentang Kesehatan memberikan ketentuan mengenai kesehatan kerja. Dalam Pasal 23 yang menyebutkan bahwa kesehatan kerja dilaksanakan supaya semua pekerja dapat bekerja dalam kondisi kesehatan yang baik tanpa membahayakan diri mereka sendiri atau masyarakat, dan supaya mereka dapat mengoptimalkan produktivitas kerja mereka sesuai dengan program perlindungan tenaga kerja (Departmen Kesehatan 2002).

Macam – macam Undang – Undang yang memuat tentang k3LH
1.                        UU No. 9 Tahun 1960 Tentang Pokok-Pokok Kesehatan
2.                        UU No.1 Tahun 1970 Tentang Keselamatan Kerja
3.                        UU No.23 Tahun1992 Tentang Kesehatan
4.                        UU No. 23 Tahun 1992 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup
5.                        UU No. 14 Tahun 1992 Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan
6.                        UU No. 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan
7.                        UU No. 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati Dan Ekosistemnya



Mengingat :
1. Pasal-pasal 5, 20 dan 27 Undang-Undang Dasar 1945.
2. Pasal-pasal 9 dan 10 Undang-undang No. 14 Tahun 1969 tentang:
            Ketentuan-ketentuan Pokok mengenai Tenaga Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1969 No. 55, Tambahan Lembaran Negara No. 2912)
            Dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Gotong-Royong.
MEMUTUSKAN :
1. Mencabut :
            Veiligheidsreglement Tahun 1910 (Stbl. No. 406),
2. Menetapkan :
UNDANG-UNDANG TENTANG KESELAMATAN KERJA.
BAB I.
TENTANG ISTILAH-ISTILAH
Pasal 1
Dalam Undang-undang ini yang dimaksudkan dengan :

(1) "tempat kerja" ialah tiap ruangan atau lapangan, tertutup atau terbuka, bergerak atau tetap, dimana tenaga kerja bekerja, atau yang sering dimasuki tenaga kerja untuk keperluan suatu usaha dan di mana terdapat sumber atau sumber-sumber bahaya sebagaimana diperinci dalam pasal 2: termasuk tempat kerja ialah semua ruangan, lapangan, halaman dan sekelilingnya yang merupakan bagian-bagian atau yang berhubungan dengan tempat kerja tersebut;

(2) "pengurus" ialah orang yang mempunyai tugas memimpin langsung sesuatu tempat kerja atau bagiannya yang berdiri sendiri;

(3) "pengusaha" ialah :

A. Orang atau badan hukum yang menjalankan sesuatu usaha milik sendiri dan untuk keperluan itu mempergunakan tempat kerja.

B. Orang atau badan hukum yang secara berdiri sendiri menjalankan sesuatu usaha bukan miliknya dan untuk keperluan itu mempergunakan tempat kerja;

C. Orang atau badan hukum, yang di Indonesia mewakili orangatau badan hukum termaksud pada (a) dan (b), jikalau yang diwakili berkedudukan di luar Indonesia.

(4) "direktur" ialah pejabat yang ditunjuk oleh Menteri Tenaga Kerja untuk melaksanakan Undang-undang ini;
           
(5) "pegawai pengawas" ialah pegawai teknis berkeahlian khusus dari Departemen    Tenaga Kerja;

(6) "ahli keselamatan kerja" ialah tenaga teknis berkeahlian khusus dari luar Departemen Tenaga Kerja yang ditunjuk oleh Menteri Tenaga Kerja untuk mengawasi ditaatinya Undang-undang ini.









BAB II.
RUANG LINGKUP
Pasal 2.
(1) Yang diatur oleh Undang-undang ini ialah keselamatan kerja dalam segala tempat kerja, baik di darat, di dalam tanah, di permukaan air, di dalam air maupun di udara, yang berada di dalam wilayah kekuasaan hukum Republik Indonesia.

(2) Ketentuan-ketentuan dalam ayat (1) tersebut berlaku dalam tempat kerja di mana :

A. Dibuat, dicoba, dipakai atau dipergunakan mesin, pesawat, alat, perkakas, peralatan atau instalasi yang berbahaya atau dapat menimbulkan kecelakaan, kebakaran atau peledakan;

B. Dibuat, diolah, dipakai, dipergunakan, diperdagangkan, diangkutatau disimpan bahan atau barang yang : dapat meledak, mudah terbakar, menggigit, beracun, menimbulkan infeksi, bersuhutinggi;

C. Dikerjakan pembangunan, perbaikan, perawatan, pembersihan atau pembongkaran rumah, gedung atau bangunan lainnya,termasuk bangunan pengairan, saluran atau terowongan dibawah tanah dan sebagainya atau dimana dilakukan pekerjaan
persiapan;

D. Dilakukan usaha : pertanian, perkebunan, pembukaan hutan,pengerjaan hutan, pengolahan kayu atau hasil hutan lainnya, peternakan, perikanan dan lapangan kesehatan;

E. Dilakukan usaha pertambangan dan pengolahan : emas, perak,logam atau bijih logam lainnya, batu-batuan, gas, minyak atau mineral lainnya, baik di permukaan atau di dalam bumi, maupun di dasar perairan; dilakukan pengangkutan barang, binatang atau manusia, baik di daratan, melalui terowongan, di permukaan air, dalam air maupun di udara;

F. Dikerjakan bongkar-muat barang muatan di kapal, perahu, dermaga, dok, stasiun atau gudang;

G. Dilakukan penyelaman, pengambilan benda dan pekerjaan lain di dalam air;

H. Dilakukan pekerjaan dalam ketinggian di atas permukaan tanah atau perairan;

J Dilakukan pekerjaan di bawah tekanan udara atau suhu yang tinggi atau rendah;

I. Dilakukan pekerjaan yang mengandung bahaya tertimbun tanah, kejatuhan, terkena pelantingan benda, terjatuh atau terperosok, hanyut atau terpelanting;
J. Dilakukan pekerjaan dalam tangki, sumur atau lobang;

K. Terdapat atau menyebar suhu, kelembaban, debu, kotoran, api, asap, uap, gas, hembusan angin, cuaca, sinar atau radiasi, suara atau getaran;
L. Dilakukan pembuangan atau pemusnahan sampah atau limbah;

M. Dilakukan pemancaran, penyiaran atau penerimaan radio, radar, televisi atau telepon;

N. Dilakukan pendidikan, pembinaan, percobaan, penyelidikan atau riset (penelitian) yang menggunakan alat teknis;

O. Dibangkitkan, dirubah, dikumpulkan, disimpan, dibagi-bagikan atau disalurkan listrik, gas, minyak atau air;

P. Diputar film, dipertunjukkan sandiwara atau diselenggarakan rekreasi lainnya yang memakai peralatan, instalasi listrik atau mekanik.

(3) Dengan peraturan perundangan dapat ditunjuk sebagai tempat kerja ruangan ruangan atau lapangan-lapangan lainnya yang dapat membahayakan keselamatan atau kesehatan yang bekerja dan atau yang berada di ruangan atau lapangan itu dan dapat dirubah perincian tersebut dalam ayat (2).


BAB III.
SYARAT-SYARAT KESELAMATAN KERJA.
Pasal 3.
(1) Dengan peraturan perundangan ditetapkan syarat-syarat keselamatan kerja untuk :

A. mencegah dan mengurangi kecelakaan;

B. mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran;

C. mencegah dan mengurangi bahaya peledakan;

D. memberi kesempatan atau jalan menyelamatkan diri pada waktu kebakaran atau kejadian-kejadian lain yang berbahaya;

E. memberi pertolongan pada kecelakaan;

F. memberi alat-alat perlindungan diri pada para pekerja;

G. mencegah dan mengendalikan timbul atau menyebarluasnya suhu, kelembaban, debu, kotoran, asap, uap, gas, hembusan angin, cuaca, sinar atau radiasi, suara dan getaran;

H. mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit akibat kerja baik physik maupun psychis, peracunan, infeksi dan penularan;

I. memperoleh penerangan yang cukup dan sesuai;

J. menyelenggarakan suhu dan lembab udara yang baik;

K. menyelenggarakan penyegaran udara yang cukup;
L. memelihara kebersihan, kesehatan dan ketertiban;

M. memperoleh keserasian antara tenaga kerja, alat kerja, lingkungan, cara dan proses kerjanya;

N. mengamankan dan memperlancar pengangkutan orang, binatang, tanaman atau barang;

O. mengamankan dan memelihara segala jenis bangunan;

P. mengamankan dan memperlancar pekerjaan bongkar-muat, perlakuan dan penyimpanan barang;

Q. mencegah terkena aliran listrik yang berbahaya;

R. menyesuaikan dan menyempurnakan pengamanan pada pekerjaan yang bahaya kecelakaannya menjadi bertambah tinggi.

(2) Dengan peraturan perundangan dapat dirubah perincian seperti tersebut dalam ayat (1) sesuai dengan perkembangan ilmupengetahuan, teknik dan teknologi serta pendapatan-pendapatan baru di kemudian hari.


Pasal 4.
(1) Dengan peraturan perundangan ditetapkan syarat-syarat keselamatan kerja dalam perencanaan, pembuatan, pengangkutan, peredaran, perdagangan, pemasangan, pemakaian, penggunaan, pemeliharaan dan penyimpanan bahan, barang, produk teknik dan aparat produksi yang mengandung dan dapat menimbulkan bahaya kecelakaan.

(2) Syarat-syarat tersebut memuat prinsip-prinsip teknik ilmiah menjadi suatu kumpulan ketentuan yang disusun secara teratur,jelas dan praktis yang mencakup bidang konstruksi, bahan, pengolahan dan pembuatan, perlengkapan alat-alat perlindungan, pengujian dan pengesyahan, pengepakan atau pembungkusan, pemberian tandatanda pengenal atas bahan, barang, produk teknis dan aparat produksi guna menjamin keselamatan barang-barang itu sendiri, keselamatan tenaga kerja yang melakukannya dan keselamatan umum.

(3) Dengan peraturan perundangan dapat dirubah perincian seperti tersebut dalam ayat (1) dan (2) : dengan peraturan perundangan ditetapkan siapa yang berkewajiban memenuhi dan mentaati syaratsyarat keselamatan tersebut.

BAB IV.
PENGAWASAN
Pasal 5.

(1) Direktur melakukan pelaksanaan umum terhadap Undang-undang ini, sedangkaan para pegawai pengawas dan ahli keselamatan kerja ditugaskan menjalankan pengawasan langsung terhadap ditaatinya Undang-undang ini dan membantu pelaksanaannya.

(2) Wewenang dan kewajiban direktur, pegawai pengawas dan ahli keselamatan kerja dalam melaksanakan Undang-undang ini diatur dengan peraturan perundangan.

Pasal 6.

(1) Barangsiapa tidak dapat menerima keputusan direktur dapat mengajukan permohonan banding kepada Panitia Banding.

(2) Tata-cara permohonan banding, susunan Panitia Banding, tugas Panitia Banding dan lain-lainnya ditetapkan oleh Menteri Tenaga Kerja.

(3) Keputusan Panitia Banding tidak dapat dibanding lagi.

Pasal 7.

Untuk pengawasan berdasarkan Undang-undang ini pengusaha harusmembayar retribusi menurut ketentuan-ketentuan yang akan diatur dengan peraturan perundangan.

Pasal 8.

(1) Pengurus diwajibkan memeriksakan kesehatan badan, kondisi mental dan kemampuan fisik dari tenaga kerja yang akan diterimanya maupun akan dipindahkan sesuai dengan sifat-sifat pekerjaan yang diberikan padanya.

(2) Pengurus diwajibkan memeriksakan semua tenaga kerja yang berada di bawah pimpinannya, secara berkala pada dokter yang ditunjuk oleh pengusaha dan dibenarkan oleh direktur.

(3) Norma-norma mengenai pengujian keselamatan ditetapkan dengan peraturan perundangan.



BAB V.
PEMBINAAN.

Pasal 9.

(1) Pengurus diwajibkan menunjukkan dan menjelaskan pada tiap tenaga kerja baru tentang :

A. Kondisi-kondisi dan bahaya-bahaya serta yang dapat timbul dalam tempat kerjanya;

B. Semua pengamanan dan alat-alat perlindungan yang diharuskan dalam tempat kerjanya;

C. Alat-alat perlindungan diri bagi tenaga kerja yang bersangkutan;

D. Cara-cara dan sikap yang aman dalam melaksanakan pekerjaannya.

(2) Pengurus hanya dapat mempekerjakan tenaga kerja yang bersangkutan setelah ia yakin bahwa tenaga kerja tersebut telah memahami syarat-syarat tersebut di atas.

(3) Pengurus diwajibkan menyelenggarakan pembinaan bagi semua tenaga kerja yang berada di bawah pimpinannya, dalam pencegahan kecelakaan dan pemberantasan kebakaran serta peningkatan keselamatan dan kesehatan kerja, pula dalam pemberian pertolongan pertama pada kecelakaan.

(4) Pengurus diwajibkan memenuhi dan mentaati semua syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan yang berlaku bagi usaha dan tempat kerja yang dijalankannya.

BAB VI.
PANITIA PEMBINA KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA

Pasal 10.

(1) Menteri Tenaga Kerja berwenang membentuk Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja guna memperkembangkan kerjasama, saling pengertian dan partisipasi efektif dari pengusaha ataupengurus dan tenaga kerja dalam tempat-tempat kerja untuk melaksanakan tugas dan kewajiban bersama di bidang keselamatan dan kesehatan kerja, dalam rangka melancarkan usaha berproduksi.

(2) Susunan Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja, tugas dan lain-lainnya ditetapkan oleh Menteri Tenaga Kerja.


BAB VII.
KECELAKAAN
.
Pasal 11.

(1) Pengurus diwajibkan melaporkan tiap kecelakaan yang terjadi dalam tempat kerja yang dipimpinnya, pada pejabat yang ditunjuk oleh Menteri Tenaga Kerja.

(2) Tata-cara pelaporan dan pemeriksaan kecelakaan oleh pegawai termaksud dalam ayat (1) diatur dengan peraturan perundangan.

BAB VIII.
KEWAJIBAN DAN HAK TENAGA KERJA.

Pasal 12.

Dengan peraturan perundangan diatur kewajiban dan atau hak tenaga kerja untuk :
A. Memberikan keterangan yang benar bila diminta oleh pegawai pengawas dan atau ahli keselamatan kerja;
B. Memakai alat-alat perlindungan diri yang diwajibkan;
C. Memenuhi dan mentaati semua syarat-syarat keselamatan dan kesehatan kerja yang diwajibkan;
D. Meminta pada pengurus agar dilaksanakan semua syarat keselamatan dan kesehatan kerja yang diwajibkan;
E. Menyatakan keberatan kerja pada pekerjaan di mana syarat keselamatan dan kesehatan kerja serta alat-alat perlindungan diri yang diwajibkan diragukan olehnya kecuali dalam hal-hal khusus ditentukan lain oleh pegawai pengawas dalam batas-batas yang masih dapat dipertanggung-jawabkan.


BAB IX.
KEWAJIBAN BILA MEMASUKI TEMPAT KERJA.

Pasal 13.

Barangsiapa akan memasuki sesuatu tempat kerja, diwajibkan mentaati semua petunjuk keselamatan kerja dan memakai alat-alat perlindungan diri yang diwajibkan.



BAB X.
KEWAJIBAN PENGURUS.

Pasal 14.

Pengurus diwajibkan :

A. Secara tertulis menempatkan dalam tempat kerja yang dipimpinnya, semua syarat keselamatan kerja yang diwajibkan, sehelai Undangundang ini dan semua peraturan pelaksanaannya yang berlaku bagitempat kerja yang bersangkutan, pada tempat-tempat yang mudah dilihat dan terbaca dan menurut petunjuk pegawai pengawas atau ahli
keselamatan kerja;

B. Memasang dalam tempat kerja yang dipimpinnya, semua gambar keselamatan kerja yang diwajibkan dan semua bahan pembinaan lainnya, pada tempat-tempat yang mudah dilihat dan terbaca menurut petunjuk pegawai pengawas atau ahli Keselamatan Kerja;C. Menyediakan secara cuma-cuma, semua alat perlindungan diri yang diwajibkan pada tenaga kerja yang berada di bawah pimpinannya dan menyediakan bagi setiap orang lain yang memasuki tempat kerja tersebut, disertai dengan petunjuk-petunjuk yang diperlukan menurut petunjuk pegawai pengawas atau ahli keselamatan kerja.

BAB XI.
KETENTUAN-KETENTUAN PENUTUP.

Pasal 15.

(1) Pelaksanaan ketentuan tersebut pada pasal-pasal di atas diatur lebih lanjut dengan peraturan perundangan.

(2) Peraturan perundangan tersebut pada ayat (1) dapat memberikan ancaman pidana atas pelanggaran peraturannya dengan hukuman kurungan selama-lamanya 3 (tiga) bulan atau denda setinggitingginya Rp. 100.000,- (seratus ribu rupiah).

(3) Tindak pidana tersebut adalah pelanggaran.

Pasal 16.

Pengusaha yang mempergunakan tempat-tempat kerja yang sudah ada pada waktu Undang-undang ini mulai berlaku wajib mengusahakan di didalam satutahun sesudah Undang-undang ini mulai berlaku, untuk memenuhi ketentuan-ketentuan menurut atau berdasarkan Undang-undang ini.

Pasal 17.

Selama peraturan perundangan untuk melaksanakan ketentuan dalam Undang-undang ini belum dikeluarkan, maka peraturan dalam bidang keselamatan kerja yang ada pada waktu Undang-undang ini mulai berlaku, tetapi berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-undang ini.


Pasal 18.

Undang-undang ini disebut "UNDANG-UNDANG KESELAMATAN KERJA" dan mulai berlaku pada hari diundangkan. Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta
Pada tanggal 12 Januari 1970.
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
SOEHARTO.
Jenderal T.N.I.
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 12 Januari 1970.
SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA,
ALAMSJAH
Mayor Jenderal T.N.I.
PENJELASAN ATAS : UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1970
TENTANG : KESELAMATAN KERJA.
PENJELASAN UMUM
Veiligheidsreglement yang ada sekarang dan berlaku mulai 1910 (Stbl. No. 406) dan semenjak itu di sana-sini mengalami perobahan mengenai soal-soal yang tidak begitu berarti, ternyata dalam banyak hal sudah terbelakang dan perlu diperbaharui sesuai dengan perkembangan peraturan perlindungan tenaga kerja lainnya dan perkembangan serta kemajuan teknik, teknologi dan industrialisasi di Negara kita dewasa ini dan untuk selanjutnya. Mesin-mesin, alat-alat, pesawat-pesawat baru dan sebagainya yang serba pesik banyak dipakai sekarang ini, bahan-bahan tehnis baru banyak diolah dan dipergunakan, sedangkan mekanisasi dan elektrifikasi diperluas di manamana. Dengan majunya industrialisasi, mekanisasi, elektrifikasi dan modernisasi, maka dalam kebanyakan hal berlangsung pulalah peningkatan intensitet kerja operasionil dan tempo kerja para pekerja. Hal-hal ini memerlukan pengerahan tenaga secara intensief pula dari para pekerja. Kelelahan, kurang perhatian akan hal-hal lain, kehilangan keseimbangan dan lain-lain merupakan akibat dari padanya dan menjadi sebab terjadinya kecelakaan. Bahan-bahan yang mengandung racun, mesin-mesin, alat-alat, pesawat-pesawat dan sebagainya yang serba pelik serta cara-cara kerja yang buruk, kekurangan ketrampilan dan latihan kerja, tidak adanya pengetahuan tentang sumber bahaya yang baru, senantiasa merupakan sumber-sumber bahaya dan penyakit-penyakit akibat kerja. Maka dapatlah difahami perlu adanya pengetahuan keselamatan kerja dan kesehatan kerja yang maju dan tepat. Selanjutnya dengan peraturan yang maju akan dicapai keamanan yang baik dan realistis yang merupakan faktor sangat penting dalam memberikan rasa tentram, kegiatan dan kegairahan bekerja pada tenagakerja yang bersangkutan dan hal ini dapat mempertinggi mutu pekerjaan, meningkatkan produksi dan produktivitas kerja. Pengawasan berdasarkan Veiligheidsreglement seluruhnya bersifat repressief. Dalam Undang-undang ini diadakan perobahan prinsipiil dengan merobahnya menjadi lebih diarahkan pada sifat preventief. Dalam praktek dan pengalaman dirasakan perlu adanya pengaturan yang baik sebelum perusahaan-perusahaan, pabrik-pabrik atau bengkel bengkel didirikan, karena amatlah sukar untuk merobah atau merombak kembali apa yang telah dibangun dan terpasang di dalamnya guna memenuhi syarat-syarat keselamatan kerja yang bersangkutan. Peraturan baru ini dibandingkan dengan yang lama, banyak mendapatkan perobahan-perobahan yang penting, baik dalam isi, maupun bentuk dan sistimatikanya. Pembaruan dan perluasannya adalah mengenai :

1. Perluasan ruang lingkup.

2. Perobahan pengawasan repressief menjadi preventief.

3. Perumusan teknis yang lebih tegas.

4. Penyesuaian tata-usaha sebagaimana diperlukan bagi pelaksanaan pengawasan.

5. Tambahan pengaturan pembinaan Keselamatan Kerja bagi management dan Tenaga Kerja.

6. Tambahan pengaturan mendirikan Panitya Pembina Keselamatan Kerja Kesehatan Kerja.

7. Tambahan pengaturan pemungutan retribusi tahunan.

PENJELASAN PASAL DEMI PASAL.

Pasal 1.

Ayat (1).

Dengan perumusan ini ruang lingkup bagi berlakunya Undang-undang ini jelas ditentukan oleh tiga unsur:
1. Tempat dimana dilakukan pekerjaan bagi sesuatu usaha,
2. Adanya tenaga kerja yang bekerja disana,
3. Adanya bahaya kerja ditempat itu.
Tidak selalu tenaga kerja harus sehari-hari bekerja dalam sesuatu tempat kerja. Sering pula mereka untuk waktu-waktu tertentu harus memasuki ruangan-ruangan untuk mengontrol, menyetel, menjalankan instalasi-instalasi, setelah mana mereka keluar dan bekerja selanjutnya di lain tempat.
Instalasi-instalasi itu dapat merupakan sumber-sumber bahaya dan dengan demikian haruslah memenuhi syarat-syarat keselamatan kerja yang berlaku baginya, agar setiap orang termasuk tenaga kerja yang memasukinya dan atau untuk mengerjakan sesuatu disana, walaupun untuk jangka waktu pendek, terjamin keselamatannya.
Instalasi-instalasi demikian itu misalnya rumah-rumah, transformator, instalasi pompa air yang setelah dihidupkan berjalan otomatis, ruanganruangan instalasi radio, listrik tegangan tinggi dan sebagainya. Sumber berbahaya adakalanya mempunyai daerah pengaruh yang meluas. Dengan ketentuan dalam ayat ini praktis daerah pengaruh ini tercakup dan dapatlah diambil tindakan-tindakan penyelamatan yang diperlukan. Hal ini sekaligus menjamin kepentingan umum. Misalnya suatu pabrik dimana diolah bahan-bahan kimia yang berbahaya dan dipakai serta dibuang banyak air yang mengandung zat-zat yang berbahaya.Bila air buangan demikian itu dialirkan atau dibuang begitu saja ke dalam sungai maka air sungai itu menjadi berbahaya, akan dapat mengganggu kesehatan manusia, ternak ikan dan pertumbuhan tanamtanaman. Karena itu untuk air bungan itu harus diadakan penampungannya tersendiri atau dikerjakan pengolahan terdahulu, dimana zat-zat kimia di dalamnya dihilangkan atau dinetraliseer, sehingga airnya itu tidak berbahaya lagi dan dapat dialirkan kedalam sungai. Dalam pelaksanaan Undang-undang ini dipakai pengertian tentang tenaga kerja sebagaimana dimuat dalam Undang-undang tentang ketentuanketentuan Pokok Mengenai Tenaga Kerja, maka dipandang tidak perlu di muat definisi itu dalam Undang undang ini. Usaha-usaha yang dimaksud dalam Undang-undang ini tidak harus selalu mempunyai motif ekonomi atau motif keuntungan, tapi dapat merupakan usaha-usaha sosial seperti perbengkelan di Sekolah-sekolah teknik, usaha rekreasi-rekreasi dan di rumah-rumah sakit, di mana dipergunakan instalasi-instalasi listrik dan atau mekanik yang berbahaya.


Ayat (6).

Guna pelaksanaan Undang-undang ini diperlukan pengawasan dan untuk ini diperlukan staf staf tenaga-tenaga pengawas yang kuantitatief cukup besar serta bermutu. Tidak saja diperlukan keahlian dan penguasaan teoritis bidang-bidang spesialisasi yang beraneka ragam, tapi mereka harus pula mempunyai banyak pengalaman di bidangnya. Staf demikian itu tidak didapatkan dan sukar dihasilkan di Departemen Tenaga Kerja saja. Karena itu dengan ketentuan dalam ayat ini Menteri Tenaga Kerja dapat menunjuk tenaga-tenaga ahli dimaksud yang berada di Instansiinstansi Pemerintah dan atau Swasta untuk dapat memformeer Personalia operasionil yang tepat. Maka dengan demikian Menteri Tenaga Kerja dapat mendesentralisir pelaksanaan pengawasan atas ditaatinya Undang-undang ini secara meluas, sedangkan POLICY NASIONALNYA tetap menjadi TANGGUNGJAWABNYA dan berada di tangannya, sehingga terjamin pelaksanaannya secara SERAGAM dan SERASI bagi seluruh Indonesia.

Pasal 2.

Ayat (1).

Materi yang diatur dalam Undang-undang ini mengikuti perkembangan masyarakat dan kemajuan teknik, teknologi serta senantiasa akan dapat sesuai dengan perkembangan proses industrialisasi Negara kita dalam rangka Pembangunan Nasional Selanjutnya akan dikeluarkan peraturan-peraturan organiknya, terbagi baik atas dasar pembidangan teknis maupun atas dasar pembidangan industri secara sektoral. Setelah Undang-undang ini, diadakanlah Peraturan-peraturan perundangan Keselamatan Kerja bidang Listrik, Uap, Radiasi dan sebagainya, pula peraturan perundangan Keselamatan Kerja sektoral, baik di darat, di laut maupun di udara.

Ayat (2).

Dalam ayat ini diperinci sumber-sumber bahaya yang dikenal dewasa ini yang bertalian dengan:

1. Keadaan mesin-mesin, pesawat-pesawat, alat-alat kerja serta peralatan lainnya, bahan-bahan dan sebagainya.

2. Lingkungan,

3. Sifat pekerjaan.

4. Cara kerja.

5. Proses produksi.





Ayat (3).

Dengan ketentuan dalam ayat ini dimungkinkan diadakan perubahanperobahan atas perincian yang dimaksud sesuai dengan pendapatanpendapatan baru kelak kemudian hari, sehingga Undang-undang ini, dalam pelaksanaannya tetap berkembang.

Pasal 3.

Ayat (1).

Dalam ayat ini dicantumkan arah dan sasaran-sasaran secara konkrit yang harus dipenuhi oleh syarat-syarat keselamatan kerja yang akan dikeluarkan.

Pasal 4.

Ayat (1).

Syarat-syarat keselamatan kerja yang menyangkut perencanaan dan pembuatan diberikan pertama-tama pada perusahaan pembuata atau produsen dari barang-barang tersebut, sehingga kelak dalampengangkutan dan sebagainya itu barang-barang itu sendiri tidak berbahaya bagi tenaga kerja yang bersangkutan dan bagi umum, kemudian pada perusahaan-perusahaan yang memperlakukannya selanjutnya yakni yang mengangkutnya, yang mengedarkannya, memperdagangkannya, memasangnya, memakainya atau mempergunakannya, memeliharanya dan menyimpannya. Syarat-syarat tersebut di atas berlaku pula bagi barang-barang yang didatangkan dari luar negeri.

Ayat (2).

Dalam ayat ini ditetapkan secara konkrit ketentuan-ketentuan yang harus dipenuhi oleh syarat-syarat yang dimaksud.Panitia Banding ialah Panitia Teknis, yang anggota-anggotanya terdiri dari ahli-ahli dalam bidang yang diperlukan.

Pasal 10.

Ayat (1).

Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja bertugas memberi pertimbangan dan dapat membantu pelaksanaan usaha pencegahan kecelakaan dalam,perusahaan yang bersangkutan serta dapat memberikan penjelasan dan penerangan efektif pada para pekerja yang bersangkutan.

Ayat (2).

Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja merupakan suatu Badan yang terdiri dari unsur-unsur penerima kerja, pemberi kerja dan pemerintah (tripartite)..

Pasal 13.

Yang dimaksud dengan barang siapa ialah setiap orang baik yang bersangkutan maupun tidak bersangkutan dengan pekerjaan di tempat kerja.





B.  PERATURAN TENTANG K3LH


PERATURAN PERUNDANG – UNDANGAN
BERKAITAN DENGAN
KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA ( K3 )



ATURAN YANG MENDASARI
Pasal 27 ayat (2) UUD 1945 :
Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan
UU No.14 Tahun 1969 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Mengenai ketenaga kerjaan
Pasal 3 :
Tiap tenaga kerja berhak atas pekerjaan dan penghasilan yang layak bagi kemanusiaan
Pasal 9 :
Tiap tenaga kerja berhak mendapat perlindungan atas keselamatan, kesehatan, kesusilaan, pemeliharaan moril kerja serta perlakuan yang sesuai dengan martabat manusia dan moral agama
Pasal 10 :
Pemerintah membina norma perlindunggan tenaga kerja yang meliputi norma keselamatan kerja, norma kesehatan kerja, norma kerja, pemberian ganti kerugian, perawatan dan rehabilitasi dalam hal kecelakaan kerja
BEBERAPA ATURAN YANG MENDASAR DENGAN K3
1.      UU No 12 Tahun 1948 diubah dg UU No 1 Tahun 1951 tentang Norma kerja atau aturan kerja       
a. Menyangkut dengan orang anak dan orang muda
  • Anak (≥ 6 th) tidak boleh bekerja dalam ruangan tertutup
  • Orang muda tidak boleh menjalankan pekerjaan kecuali untuk kepentingan dan kesejahteraan umum
  • Orang muda tidak boleh bekerja dalam tambang, dalam tanah,pekerjaan yang berbahaya bagi dirinya

b. Menyangkut Pekerjan wanita
  • Tidak boleh menjalankan pekerjaan pada malam hari (22.00-06.00)
  • Tidak boleh bekerja dalam tambang, dalam tanah, pekerjaan yg berat.
  • Tidak diwajibkan bekerja pada H1 dan H2 jika merasa sakit.
  • Tidak bekerja 1½ bln sebelum melahirlkan dan 1½ sesudah melahirkan atau gugur kandungan.

BERKAITAN WAKTU KERJA DAN ISTIRAHAT


c. Waktu kerja dan waktu Istirahat:
  • Setelah 4 jam bekerja ada istiraht minim1/2 jamSetelah 6 hari kerja harus ada 1 hari istirahat.
  • Tidak boleh bekerja pada hari Libur resmi
2. UU No 3 Tahun 1992 tentang adanya Jaminan
perlindungan kepada pekerja (JKK. JKM. JHT, JPK)
UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003
Pasal 67 – 75 Perlindungan pekerja anak :
(1)   perlindungan terhadap pekerja penyandang cacad sesuai dengan jenis dan derajat kecacatannya.
(2)  Pasal 68 – 69 Larangan mempekerjakan anak:
(1)Pengecualian anak antara umur 13 – 15 tahun pekerjaan ringan sepanjang tidak mengganggu perekembangan fisik, mental dan sosial(2) Harus memenuhi syarat seperti ada izin orang tua/wali dll.

Pasal 76 Perlindungan kepada Pekerja Perempuan:
  • Larangan pekerja perempuan umur 18 th bekerja pukul 23.00 – 07.00
  • Larangan pekerja perempuan hamil bekerja pukul 23.00 – 07.00 menurut keterangan dokter berbahaya bagi kesehatannya
  • Pengusaha mempekerjakan pekerja perempuan jam tersebut wajib memberikan





C.  MATERI UMUM K3LH
Kecelakaan kerja (accident) adalah suatu kejadian yang tidak diinginkan, tidak diduga, tidak disengaja dan terjadi dalam hubungan kerja yang berdampak pada kerugian berupa cidera pada pekerja, kerusakan barang-barang produksi dan kehilangan waktu selama proses produksi. Kecelakaan kerja terjadi oleh karena kontak dengan substansi atau sumber energi melebihi Nilai Ambang Batas (NAB).
Secara umum kecelakaan kerja dibagi menjadi :
a)      Kecelakaan industri (industrial accident), yaitu kecelakaan yang terjadi di tempat kerja karena adanya sumber bahaya atau bahaya kerja.
b)      Kecelakaan dalam perjalanan (community accident), yaitu kecelakaan yang terjadi di luar tempat kerja yang berkaitan dengan hubungan kerja.
Penyebab kecelakaan kerja dapat dibagi dalam 2 kelompok :
a.       Kondisi berbahaya (unsafe condition), yaitu yang tidak aman dari:
1.      Mesin, peralatan, bahan dan lain-lain
2.      Lingkungan kerja
3.      Proses kerja
4.      Sifat pekerjaan
5.      Cara kerja

b.            Perbuatan berbahaya (unsafe act), yaitu perbuatan berbahaya dari manusia yang dapat terjadi antara lain karena:
1.      Kurangnya pengetahuan dan keterampilan pelaksana
2.      Cacat tubuh (bodily defect)
3.      Keletihan dan kelemahan daya tahan tubuh.
4.      Sikap dan perilaku kerja yang tidak baik
Adapun bahaya yang akan dihadapi oleh pekerja dalam laboratorium jika kecelakaan terjadi antara lain :
1.      Bahaya kebakaran dan ledakan dari zat/bahan yang mudah terbakar atau meledak.
2.      Bahan beracun, corrosive.
3.      Bahaya radiasi
4.      Luka bakar
5.      Syok akibat aliran listrik
6.      Luka sayat akibat alat gelas yang pecah dan benda tajam
7.      Bahaya infeksi dari kuman, virus atau parasit.
Adapun beberapa contoh kecelakaan yang banyak terjadi di laboratorium :
a.       Terpeleset , biasanya karena lantai licin yang dapat berakibat luka ringan (memar), luka berat (memar otak)
Pencegahan :
Dengan memakai sepatu anti slip, jangan memakai sepatu dengan hak tinggi, atau tali sepatu longgar. Kemudian hati-hati bila berjalan pada lantai yang sedang dipel (basah dan licin) atau tidak rata konstruksinya dan juga memperhatikan pemeliharaan lantai dan tangga.
b.      Mengangkat beban merupakan pekerjaan yang cukup berat, terutama bila mengabaikan kaidah ergonomi yang dapat berakibat cedera pada punggung.
Pencegahan
:
Beban jangan terlalu berat, jangan berdiri terlalu jauh dari beban, jangan mengangkat beban dengan posisi membungkuk tapi pergunakanlah tungkai bawah sambil berjongkok, dan Pakaian penggotong jangan terlalu ketat sehingga pergerakan terhambat.
c.       Risiko terjadi kebakaran (sumber : bahan kimia, kompor, listrik), bahan desinfektan yang mungkin mudah menyala (flammable) dan beracun. Kebakaran terjadi bila terdapat 3 unsur bersama-sama yaitu: oksigen, bahan yang mudah terbakar dan panas. Yang dapat mengakibatkan :Timbulnya kebakaran dengan akibat luka bakar dari ringan sampai berat bahkan kematian dan juga timbulnya keracunan akibat kurang hati-hati.

Pencegahan
Konstruksi bangunan harus tahan api, sistem penyimpanan yang baik terhadap bahan-bahan yang mudah terbakar, pengawasan terhadap kemungkinan timbulnya kebakaran yaitu adanya sistem tanda kebakaran, yang manual yang memungkinkan seseorang menyatakan tanda bahaya dengan segera ataupun otomatis yang menemukan kebakaran dan memberikan tanda secara otomatis, adanya jalan untuk menyelamatkan diri, perlengkapan dan penanggulangan kebakaran, penyimpanan dan penanganan zat kimia yang benar dan aman.
Penyakit Akibat Kerja & Penyakit Akibat Hubungan Kerja di Laboratorium
Penyakit Akibat Kerja adalah penyakit yang mempunyai penyebab yang spesifik atau asosiasi yang kuat dengan pekerjaan, pada umumnya terdiri dari satu agen penyebab, harus ada hubungan sebab akibat antara proses penyakit dan hazard di tempat kerja. Faktor Lingkungan kerja sangat berpengaruh dan berperan sebagai penyebab timbulnya Penyakit Akibat Kerja.
Penyakit akibat kerja di laboratorium kesehatan umumnya berkaitan dengan faktor kimia (pemaparan dalam dosis kecil namun terus menerus seperti antiseptic pada kulit, zat kimia/solvent yang menyebabkan kerusakan hati; faktor ergonomi (cara duduk salah); faktor fisik dalam dosis kecil yang terus menerus (panas pada kulit, tegangan tinggi, radiasi dan lain lain.
Faktor Kimia
Petugas di laboratorium kesehatan yang sering kali kontak dengan bahan kimia dan obat-obatan seperti antibiotic, demikian pula dengan solvent yang banyak digunakan dalam komponen antiseptic, desinfektan dikenal sebagai zat yang paling karsinogen. Semua bahan ini cepat atau lambat ini dapat memberi dampak negatif terhadap kesehatan pekerja. Gangguan kesehatan yang paling sering adalah dermatosis (iritasi kulit) kontak akibat kerja yang pada umumnya disebabkan oleh iritasi (amoniak, dioksan) dan hanya sedikit saja oleh karena alergi (keton). Bahan toksik (trichloroethane, tetrachloromethane) jika tertelan, terhirup atau terserap melalui kulit dapat menyebabkan penyakit akut atau kronik, bahkan kematian. Bahan corrosive (asam dan basa) akan mengakibatkan kerusakan jaringan yang irreversible pada daerah yang terpapar.


Pencegahan:
1.      “Material Safety Data Sheet” (MSDS) dari seluruh bahan kimia yang ada untuk diketahui oleh seluruh petugas laboratorium.
2.      Menggunakan karet isap (rubber bulb) atau alat vakum untuk mencegah tertelannya bahan kimia dan terhirupnya aerosol.
3.      Menggunakan alat pelindung diri (pelindung mata, sarung tangan, jas laboratorium) dengan benar.
4.      Menghindari penggunaan lensa kontak, karena dapat melekat antara mata dan lensa.
5.      Menggunakan alat pelindung pernapasan dengan benar.
Faktor Ergonomi
Ergonomi berfungsi untuk menyerasikan alat, cara, proses dan lingkungan kerja terhadap kemampuan, kebolehan dan batasan manusia untuk terwujudnya kondisi dan lingkungan kerja yang sehat, aman, nyaman dan tercapai efisiensi yang setinggi-tingginya. Pendekatan ergonomi bersifat konseptual dan kuratif, secara populer kedua pendekatan tersebut dikenal sebagai “to fit the Job to the Man and to fit the Man to the Job”. Sebagian besar pekerja di dalam laboratorium bekerja dalam posisi yang kurang ergonomi, misalnya tenaga operator peralatan, hal ini disebabkan peralatan yang digunakan pada umumnya barang impor yang disainnya tidak sesuai dengan ukuran pekerja Indonesia. Posisi kerja yang salah dan dipaksakan dapat menyebabkan mudah lelah sehingga kerja menjadi kurang efisien dan dalam jangka panjang dapat menyebabkan gangguan fisik dan psikologis (stress) dengan keluhan yang paling sering adalah nyeri pinggang kerja (low back pain).
Menurut M. Mikhew (ICHOIS 1997), gambaran umum yang menjadi ciri-ciri umum industri dan yang sering terjadi antara lain :
a)      Timbulnya risiko bahaya pekerjaan yang tinggi.
b)      Keterbatasan sumber daya dalam mengubah lingkungan kerja dan menentukan pelayanan kesehatan kerja yang kuat.
c)      Rendahnya kesadaran terhadap faktor-faktor fisik kesehatan kerja.
d)     Kondisi pekerjaan yang tidak ergonomi, kerja fisik yang berat dan jam kerja yang panjang.
e)      Pembagian kerja di struktur yang beraneka ragam dan rendahnya pengawasan manajemen serta pencegahan bahaya-bahaya pekerjaan.
f)       Masalah perlindungan lingkungan tidak terpecahkan dengan baik.
g)      Kurangnya pemeliharaan kesehatan, jaminan keamanan, sosial (asuransi kesehatan) dan fasilitas kesejahteraan.
Pelayanan kesehatan kerja yang diberikan melalui penerapan ergonomi, diharapkan dapat meningkatkan mutu kehidupan kerja (Quality of Working Life), dengan demikian produktifitas kerja dapat ditingkatkan dan penyakit akibat kerja dapat diturunkan, proses kerja dan lingkungan kerja yang aman. Interaksi ini akan berjalan dengan baik bila ketiga komponen tersebut dipersiapkan dengan baik dan saling menunjang. Misalnya menyesuaikan ukuran peralatan kerja dengan postur tubuh pekerja dan menilai kelancaran gerakan tubuh pekerja.
Dalam penerapan ergonomi akan dipelajari cara-cara penyesuaian pekerjaan, alat kerja dan lingkungan kerja dengan manusia, dengan memperhatikan kemampuan dan keterbatasan manusia itu sehingga tercapai suatu keserasian antara manusia dan pekerjaannya yang akan meningkatkan kenyamanan kerja dan produktifitas kerja.
Adapun beberapa posisi yang penting untuk penerapan ergonomi di tempat kerja adalah sebagai berikut :
a.       Posisi berdiri
Ukuran tubuh yang penting adalah tinggi badan berdiri, tinggi bahu, tinggi siku, tinggi pinggul, panjang lengan.
b.      Posisi duduk
Ukuran tubuh yang penting adalah tinggi duduk, panjang lengan atas, panjang lengan bawah dan tangan, jarak lekuk lutut dan garis punggung, serta jarak lekuk lutut dan telapak kaki.
Di samping itu, pengenalan permasalahan ergonomi di tempat kerja perlu mempertimbangkan beberapa aspek (bidang kajian ergonomi), yaitu :
a.       Anatomi dan gerak terdapat 2 (dua) hal penting yang berhubungan, yakni :
1.      Antropometris dipengaruhi oleh :
a)      Jenis kelamin
b)      Perbedaan bangsa
c)      Sifat/hal-hal yang diturunkan
d)     Kebiasaan yang berbeda
2.      Biomekanik kerja
Misalnya dalam hal penerapan ilmu gaya antara lain sikap duduk/berdiri yang tidak/kurang melelahkan karena posisi yang benar dan ukuran peralatan yang telah diperhitungkan.

b.      Fisiologi dibagi menjadi :
1.      Fisiologi lingkungan kerja yang berhubungan dengan kenyamanan dan pengamanan terhadap potential hazards, ruang gerak yang memadai.
2.      Fisiologi kerja
c.       Psikologi
Perasaan aman, nyaman dan sejahtera dalam bekerja yang didapatkan oleh pekerja.
Hal ini dapat terjadi karena lingkungan kerja (cahaya, ventilasi, posisi kerja) yang tidak menimbulkan stres pada pekerja.
d.      Rekayasa dan teknologi merupakan kiat-kiat untuk mendesain peralatan yang sesuai dengan ukuran tubuh dan batasan-batasan pergerakan manusia. Dan juga dapat memberi rasa aman terhadap pekerjaannya.
e.       Penginderaan merupakan kemampuan kelima indera manusia menangkap isyarat-isyarat yang datang dari luar.
Untuk menerapkan ergonomi maka ada beberapa persyaratan yang harus dilaksanakan antara lain :
a.       Posisi duduk/bekerja dengan duduk, ada beberapa persyaratan :
1.      Terasa nyaman selama melaksanakan pekerjaannya.
2.      Tidak menimbulkan gangguan psikologis.
3.      Dapat melakukan pekerjaannya dengan baik dan memuaskan.
b.      Posisi bekerja dengan berdiri :
Berdiri dengan posisi yang benar, dengan tulang punggung yang lurus dan bobot badan terbagi rata pada kedua tungkai.
c.       Proses bekerja
Ukuran yang benar akan memudahkan seseorang dalam melakukan pekerjaannya, tetapi akibat postur tubuh yang berbeda, perlu pemecahan masalah terutama di negara-negara berkembang yang menggunakan peralatan impor sehingga perlu disesuaikan kembali, misalnya tempat kerja yang harus dilakukan dengan berdiri sebaiknya ditambahi bangku panjang setinggi 10-25 cm agar orang dapat bekerja sesuai dengan tinggi meja dan tidak melelahkan.
d.      Penampilan tempat kerja
Mungkin akan menjadi baik dan lengkap bila disertai petunjuk-petunjuk berupa gambar-gambar yang mudah diingat, mudah dilihat setiap saat.
e.       Mengangkat beban
Terutama di negara berkembang mengangkat beban adalah pekerjaan yang lazim dan sering dilakukan tanpa dipikirkan efek negatifnya, antara lain : kerusakan tulang punggung, kelainan bentuk otot karena pekerjaan tertentu, Penanggulangan permasalahan ergonomi di setiap jenis pekerjaan dapat dilakukan setelah mengetahui terlebih dahulu bagaimana proses kerja dan posisi kerjanya
Untuk menanggulangi Permasalahan Ergonomi maka dilakukan beberapa sistem pemecahan masalah antara lain mengidentifikasi masalah yang sedang dihadapi dengan mengumpulkan sebanyak mungkin informasi kemudian menentukan prioritas masalah; masalah yang paling mencolok harus ditangani lebih dahulu. Setelah analisis dikerjakan, maka satu atau dua alternatif intervensi harus diusulkan. Pada pengenalan/rekognisi ada 3 hal yang harus diperhatikan, yang saling berinteraksi dalam penerapan ergonomi dengan fokus utama pada sumber daya manusia (human centered design) :
a.       Kesehatan mental dan fisik harus diperhatikan untuk diperbaiki sehingga didapatkan tenaga kerja yang sehat fisik, rohani dan sosial yang memungkinkan mereka hidup produktif baik secara sosial maupun ekonomi.
b.      Kemampuan jasmani dapat diketahui dengan melakukan pemeriksaan antropometri, lingkup gerak sendi dan kekuatan otot.
c.       Lingkungan tempat kerja harus memberikan ruang gerak secukupnya bagi tubuh dan anggota badan sehingga dapat bergerak secara leluasa dan efisien sehingga dapat menimbulkan rasa aman dan tidak menimbulkan stres lingkungan.
d.      Pembebanan kerja fisik selama bekerja, kebutuhan peredaran darah dapat meningkat sepuluh sampai dua puluh kali. Meningkatnya peredaran darah pada otot-otot yang bekerja, memaksa jantung untuk memompa darah lebih banyak.
Kerja otot dapat dikelompokkan menjadi dua jenis yaitu :
1.      Kerja otot dinamik, ditandai dengan kontraksi bergantian yang berirama dan ekstensi, ketegangan dan istirahat.
2.      Kerja otot statik, ditandai oleh kontraksi otot yang lama yang biasanya sesuai dengan sikap tubuh. Tidak dianjurkan untuk meneruskan kerja otot statik dalam jangka lama karena akan timbul rasa nyeri dan memaksa tenaga kerja untuk berhenti.
e.       Sikap tubuh dalam bekerja berhubungan dengan tempat duduk, meja kerja dan luas pandangan. Untuk merencanakan tempat kerja dan perlengkapannya diperlukan ukuran-ukuran tubuh yang menjamin sikap tubuh paling alamiah dan memungkinkan dilakukannya gerakan-gerakan yang dibutuhkan. Pada posisi berdiri dengan pekerjaan ringan, tinggi optimum area kerja adalah 5-10 cm di bawah siku. Agar tinggi optimum ini dapat diterapkan, maka perlu diukur tinggi siku yaitu jarak vertikal dari lantai ke siku dengan keadaan lengan bawah men-datar dan lengan atas vertikal. Tinggi siku pada laki-laki misalnya 100 cm dan pada wanita misalnya 95 cm, maka tinggi meja kerja bagi laki-laki adalah antara 90-95 cm dan bagi wanita adalah antara 85-90 cm.
Faktor Fisik
Faktor fisik di laboratorium yang dapat menimbulkan masalah kesehatan kerja meliputi:
1.      Kebisingan, getaran akibat mesin dapat menyebabkan stress dan ketulian
2.      Pencahayaan yang kurang di ruang timbang, laboratorium, dapat menyebabkan gangguan penglihatan dan kecelakaan kerja.
3.      Suhu dan kelembaban yang tinggi di tempat kerja
4.      Terimbas kecelakaan/kebakaran akibat lingkungan sekitar.
5.      Terkena radiasi khusus untuk radiasi, dengan berkembangnya teknologi pemeriksaan, penggunaannya meningkat sangat tajam dan jika tidak dikontrol dapat membahayakan petugas yang menangani.
Pencegahan
1.      Pengendalian cahaya di ruang laboratorium.
2.      Pengaturan ventilasi dan penyediaan air minum yang cukup memadai.
3.      Menurunkan getaran dengan bantalan anti vibrasi
4.      Pengaturan jadwal kerja yang sesuai.
5.      Pelindung mata untuk sinar laser
6.      Filter untuk mikroskop.

Pengendalian Penyakit Akibat Kerja dan Kecelakaan Kerja Melalui K3
1.      Pengendalian Melalui Perundang-undangan (Legislative Control) antara lain :
a.       UU No. 14 Tahun 1969 Tentang Ketentuan-ketentuan Pokok
b.      Petugas kesehatan dan non kesehatan
c.       UU No. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja.
d.      UU No. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan
e.       Peraturan Menteri Kesehatan tentang higiene dan sanitasi lingkungan.
f.       Peraturan penggunaan bahan-bahan berbahaya
g.      Peraturan/persyaratan pembuangan limbah
2.      Pengendalian melalui Administrasi / Organisasi (Administrative Control) antara lain:
a.       Pengaturan jam kerja, lembur dan shift
b.      Menyusun Prosedur Kerja Tetap (Standard Operating Procedure) untuk masing-masing instalasi dan melakukan pengawasan terhadap pelaksanaannya
c.       Melaksanakan prosedur keselamatan kerja (safety procedures) terutama untuk pengoperasian alat-alat yang dapat menimbulkan kecelakaan dan melakukan pengawasan agar prosedur tersebut dilaksanakan
d.      Melaksanakan pemeriksaan secara seksama penyebab kecelakaan kerja dan mengupayakan pencegahannya.
3.      Pengendalian Secara Teknis (Engineering Control), antara lain:
a.       Substitusi dari bahan kimia, alat kerja atau proses kerja
b.      Isolasi dari bahan-bahan kimia, alat kerja, penggunaan alat pelindung.
c.       Perbaikan sistem ventilasi, dan lain-
4.      Pengendalian Melalui Jalur kesehatan (Medical Control) dengan melakukan beberapa pemeriksaan terhadap pekerjanya dengan beberapa langkah yaitu :
Ø  Pemeriksaan Awal
Pemeriksaan kesehatan yang dilakukan sebelum seseorang calon / pekerja memulai melaksanakan pekerjaannya. Pemeriksaan ini bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang status kesehatan calon pekerja dan mengetahui apakah calon pekerja tersebut ditinjau dari segi kesehatannya sesuai dengan pekerjaan yang akan ditugaskan kepadanya yang meliputi pemeriksaan terhadap :
1)      Penyakit yang pernah diderita
2)      Alrergi
3)      Imunisasi yang pernah didapat
4)      Pemeriksaan badan
5)      Pemeriksaan laboratorium rutin
6)      Pemeriksaan tertentu :
Ø  Pemeriksaan Berkala
Pemeriksaan kesehatan yang dilaksanakan secara berkala dengan jarak waktu berkala yang disesuaikan dengan besarnya resiko kesehatan yang dihadapi. Makin besar resiko kerja, makin kecil jarak waktu antara pemeriksaan berkala. Ruang lingkup pemeriksaan disini meliputi pemeriksaan umum dan pemeriksaan khusus seperti pada pemeriksaan awal dan bila diperlukan ditambah dengan pemeriksaan lainnya, sesuai dengan resiko kesehatan yang dihadapi dalam pekerjaan.
Ø  Pemeriksaan Khusus
Pemeriksaan kesehatan yang dilakukan pada khusus di luar waktu pemeriksaan berkala, yaitu pada keadaan dimana ada atau diduga ada keadaan yang dapat mengganggu kesehatan pekerja. Sebagai unit di sektor kesehatan pengembangan K3 tidak hanya untuk intern laboratorium kesehatan, dalam hal memberikan pelayanan paripurna juga harus merambah dan memberi panutan pada masyarakat pekerja di sekitarnya, utamanya pelayanan promotif dan preventif.
Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja
Kemudian, oleh perusahaan melakukan beberapa tindakan untuk mencegah kecelakaan kerja yang terjadi bagi pekerjanya khususnya di bagian laboratorium yaitu dengan menerapkan Sistem Manajemen Kebijakan dan Keselamatan Kerja yang dimulai dari beberapa tahapan yaitu : Planning (perencanaan),Organizing (organisasi), Actuating (pelaksanaan), Controlling (pengawasan).

1.      Planning (Perencanaan)
Berfungsi untuk menentukan kegiatan yang akan dilakukan di masa mendatang guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan khususnya keselamatan dan kesehatan kerja di laboratorium.
2.      Organizing (Organisasi)
Berfungsi untuk :
a)      Menyusun garis besar pedoman keamanan kerja laboratorium
b)      Memberikan bimbingan, penyuluhan, pelatihan pelaksana-an keamanan kerja laboratorium
c)      Memantau pelaksanaan pedoman keamanan kerja laboratorium
d)     Memberikan rekomendasi untuk bahan pertimbangan penerbitan izin laboratorium
e)      Mengatasi dan mencegah meluasnya bahaya yang timbul dari suatu laboratorium
3.       Actuating (Pelaksanaan)
Berfungsi untuk mendorong semangat kerja pekerja, mengerahkan aktivitas pekerja, mengkoordinasikan berbagai aktivitas pekerja menjadi aktivitas yang kompak (sinkron), sehingga semua aktivitas pekerja sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan sebelumnya.
4.      Controlling (Pengawasan)
Berfungsi untuk mengusahakan agar pekerjaan-pekerjaan terlaksana sesuai dengan rencana yang ditetapkan atau hasil yang dikehendaki.
Untuk dapat menjalankan pengawasan, perlu diperhatikan 2 prinsip pokok, yaitu: adanya rencana dan adanya instruksi-instruksi dan pemberian wewenang kepada bawahan.Dalam pengawasan perlu adanya sosialisasi tentang perlunya disiplin, mematuhi segala peraturan demi keselamatan kerja bersama di laboratorium. Sosialisasi perlu dilakukan terus menerus, karena usaha pencegahan bahaya yang bagaimanapun baiknya akan sia-sia bila peraturan diabaikan.
Dalam laboratorium perlu dibentuk pengawasan laboratorium yang tugasnya antara lain
:
a)      Memantau dan mengarahkan secara berkala praktek-praktek laboratorium yang baik, benar dan aman
b)      Memastikan semua petugas laboratorium memahami cara-cara menghindari risiko bahaya dalam laboratoriuz
c)      Melakukan penyelidikan/pengusutan segala peristiwa berbahaya atau kecelakaan.
d)     Mengembangkan sistem pencatatan dan pelaporan tentang keamanan kerja laboratorium.
e)      Melakukan tindakan darurat untuk mengatasi peristiwa berbahaya dan mencegah meluasnya bahaya tersebut.

D.  MATERI KHUSUS K3LH
·                PENGERTIAN
·           Tindakan yang dilakukan pada saat atau sebelum (persiapan) kita bekerja dimana hal tesebut dilakukan untuk mencegah hal – hal yang tidak diinginkan karena menghambat kelancaran kerja kita.
·           Mengurangi resiko kecelakaan yang mungkin akan menimpa kita saat kita melakukan pekerjaan.
Untuk menciptakan situasi kerja yang aman, petugas teknik jaringan harus benar – benar memahami:
1.      Langkah – langkah atau aturan – aturan keselamatan kerja yang baik dan benar.
2.      Menghindarkan hal – hal yang dapat menyebabkan kecelakaan atau membahayakan.
3.      Bekerja tidak terburu – buru, teliti dan hati – hati.

·                SEBAB KECELAKAAN KERJA
·      Peralatan yang tidak atau kurang aman ( misalnya peralatan tidak terisolasi, sabuk pengaman yang kuncinya hilang ).
·      Kondisi lingkungan yang tidak aman ( ketika dalam ruangan penerangan kurang, ventilasi kurang)
·      Manusianya sendiri yang tidak aman atau ceroboh ( misalnya sikap yang tidak wajar )


·                CARA – CARA MENGHINDARI KECELAKAAN KERJA
Ø   Sikap Petugas
·      Petugas agar bersifat wajar, berkesadaran penuh, tidak gugup, dan mengerti maksud perintah dalam mengoperasikan peralatan.
·      Petunjuk operasi setiap peralatan harus dipahami dan dimengerti sungguh – sungguh oleh setiap petugas.
·      Mematuhi prosedur kerja yang telah ditentukan.
Ø   Perkakas atau alat kerja
·      Pergunakan alat kerja yang tepat untuk setiap pekerjaan.
·      Pastikan bahwa perkakas yang akan digunakan dalam kondisi baik dan tidak ada kekurangan kelengkapannya.
·      Pergunakan alat pelindung diri bagi pekerjaan – pekerjaan yang berbahaya antara lain : sabuk pengaman.
Ø   Lingkungan
·       Setiap lingkungan kerja harus diberi penerangan yang cukup terdiri dari 2 macam, yaitu :
-      Penerangan khusus jika diperlukan penerangan tambahan bagi bidang pekerjaan tetentu dan boleh bersifat sementara.
-      Penerangan umum yang berlaku untuk seluruh ruangan.
·      Periharalah tingkat kebisingan lingkungan kerja misalnya ruang diesel, rung penggergajian dll, para pekerja harus menggunakan peindung telinga.
·      Jika bekerja di tepi jalan raya, maka harus dipasang rambu – rambu yang jelas baik siang maupun malam.
Ø   Usaha Preventif Mencegah Kecelakaan Kerja
Ventilasi
·      Rungan harus cukup ventilasi untuk menciptakan sirkulasi udara yang sehat dan membuat ruangan segar dan nyaman.
·      Penggunaaan perlengkapan pengaman. contoh : sabuk pengaman, sarung tangan, helm,dsb.
·      Pemeliharaan prefentif berkala terhadap perkakas kerja.
·      Mengganti / memasang tang, obeng yang hilang / rusak isolasinya.
·       Melumasi bagian – bagian peralatan yang memerlikan pelumas.
·      Mengecek / memperbaiki klep/kran elpiji / kompor minyak.
·      Memasang tanda – tanda peringatan yang jelas
·      Tanda dilarang merokok , tegangan tinggi , mudah terbakar dll.
·      Persediaan fasilitas pengaman.
·      Pemadam kebakaran, perlengkapan P3K.




·                PROSEDUR KESELAMATAN KERJA
A.      Bekerja Di Atas Tiang
·      Naik tiang dengan menggunakan tangga
·      Tangga bagian atas dan bawah diikatkan pada tiang.
·      Setelah diatas tiang harus mengikatkan sabuk pengaman pada tiang.
·      Perkakas harus dilengkapi dengan bahan isolasi.
·      Sebelum naik tiang cek dahulu apakah tiang cukup kuat untuk dinaiki.
B.       Bekerja Di Instalasi Listrik
·      Gunakan perlengkapan kerja yang berisolasi , sepatu , sarung tangan karet dsb.
·      Jika memungkinkan matikan dahulu saklar utama kemudian baru mulai bekerja.
·      Jangan membawa benda – benda dari logam di dalam kantung , sehingga mudah jatuh
·      Perhatikan tanda – tanda peringatan yang ada.
C.       Bekerja Di Tempat Panas
·                     Jangan memakai pakaian yang ketat.
·                     Pakailah topi pelindung matahari.
·                     Cukup minum.
D.      Bekerja Di Dalam Manhole
·      Gunakan selalu tangga untuk memasuki manhole.
·      Material, perlengkapan dan peralatan yang di letakkan di atas tanah harus diatur agar tidak jatuh ke dalam manhole.
·      Seorang pengawas harus berada di luar manhole untuk mengamati jalannya pekerjaan.
·      Gunakan tali dan kantong saat akan menurunkan dan menaikkan material atau peralatan kedalam manhole.
·      Jika sakit kepala atau dada sakit, segera berhenti bekerja dan keluar dari manhole secepat mungkin.
·      Jangan menyalakan api di dalam manhole karena kemungkinan didalam manhole terdapat gas yang mudah terbakar.
·                     Hal-hal yang harus diperhatikan dalam proses ventilasi:
-        Untuk melakukan proses ventilasi diperlukan sebuah kipas ventilasi
-        Waktu pipa ventilasi dimasukan, kadar oksigen didekat leher manhole kemungkinan menjadi rendah. Oleh sebab itu , jangan melongokkan kepala kedalam manhole (catatan : saat kadar oksigen dibawah 6 %, dalam satu tarikan nafas, seseorang akan pingsan)
-        Kipas ventilasi sebaiknya dihidupkan setelah pipa ventilasi dimasukkan kedalam manhole
-        Selama pekerjaan berlangsung, proses ventilasi harus terus dilakukan
-        Kipas penghembus udara dari kipas harus ditempatkan diudara segar. Hal ini harus diperhatikan agar jangan sampai asap mobil atau udara kotor dari generator masuk kedalam manhole
-        Bagian ujung pipa ventilasi harus tetap berada 30 cm dari dalam manhole
-        Proses ventilasi harus dilakukan minimal 5 kali volume bagian dalam manhole. Setelah itu lakukan pemeriksaan gas dan pekerja boleh masuk kedalam manhole.

 












·       Pemeriksaan Udara
Setelah proses ventilasi selesai, periksa 4 macam gas yaitu oksigen, gas yang mudah terbajar (metan), karbon monoksida dan hidrogen sulfida dengan menggunakan gas detector
Hal-hal yang harus diperhatikan saat melakukan pengukuran adalah :
-     Setelah proses ventilasi selesai, kadar ke empat gas diukur dan hasilnya dicatat. Pengukuran diulangi lagi beberapa kali dengan interval yang teratur
-     Pengukuran harus dilakukan dibeberapa titik yang berbeda, baik secara vertikal maupun horizontal
-     Jenis gas dan ambang batas yang diijinkan

Tabel.01. Jenis Gas dan ambang batas yang diijinkan
Jenis Gas
Ambang batas yang diperbolehkan (%)
Sifat gas
Karbon monoksida
< 0.005 (50 ppm)
Beracun
Metan
< 1.5
Mudah terbakar
Gas-gas yang mudah terbakar
< 30 dari batas ledak
Mudah terbakar
Oksigen
> 18
Menyesakan, kurang O2
H2S
< 0.001 (10 ppm)
Beracun




Tabel.02. Gejala fisik pada tubuh manusia

Kadar Oksigen
Gejala
16 %
Sesak nafas, detak jantung bertambah cepat, sakit kepala, muntah
12 %
Sakit kepala, lemas (bisa pingsan atau meninggal dalam manhole)
10 %
Muka pucat, sulit bernafas, pingsan
8 %
Pingsan (bisa meninggal dalam 7 – 8 menit) jika terus berlanjut
6 %
Pingsan dalam satu tarikan nafas. Nafas berhenti dan akan meninggal dalam 6 menit

Gambar.. Gambaran gejala yang ditimbulkan akibat                                kekurangan oksigen
 
 



·      Penyebab umum kecelakaan di dalam manhole akibat kondisi udara yang membahayakan karena :

1.        Ventilasi tidak dilakukan
2.        Meskipun ada ventilasi, ventilasi itu tidak cukup
3.        Korban memasuki manhole tanpa mengukur kandungan gas didalamnya
4.        Penolong mencoba menyelamatkan tanpa menggunakan alat bantu pernafasan
5.        Pekerja kurang mengetahui prosedur kerja yang berlaku



E.       Pekerjaan Instalasi Kabel Atas Tanah.
·                                                       Untuk menanam tiang, periksa kondisi jaringan bawah tanah.
·                                                       Periksa kondisi tiang sebelum naik.
·                                                       Kenakan sabuk pengaman, helm, sarung tangan dsb.
·                                                       Gunakan alat bantu (tangga atau sky walker)
F.        Cara Mengangkat, Menarik, dan Mendorong Beban.
Mendorong
·      Letakkan kaki seimbang dengan satu kaki berada di depan.
·      Tumpuan berat badan pada kaki yang depan
·      Punggung harus selalu lurus
·      Kepala tegak menghadap ke depan.
·      Kaki yang di belakang memberi tenaga dorong dibantu denagn gaya berat badan ke depan.
Menarik
·      Punggung harus lurus
·      Kaki ke depan, dengkul memberi tenaga tarik, sedangkan kaki belakang menjaga keseimbangan.
Mengangkat
·      Posisi badan jongkok dengan kedua kaki renggang, satu kaki agak ke depan.
·      Punggung harus lurus.
·      Tenaga angkat dari otot – otot kaki dan persendian kaki bagian bawah juga dengkul.
G.      Cara bekerja di Lapangan
·      Hal-hal yang harus dilakukan di lapangan.
·      Sebelum mulai bekerja, periksa lokasi kerja dan kondidsi lalulintas. Setelah itu rencanakan dan koordinasikan pekerjaan instalasi dengan menggunakan perlengkapan keselamatan kerja untuk mencegah kecelakaan lalu lintas dan menjaga kwselamatan pejalan kaki.
·      Ambil tindakan untuk mencegah masuknya pihak ke 3 kelokasi kerja, kemudian periksa fasilitas keselamatan kerja secara periodik.
·      Tempatkan orang-orang untuk mengatur lalu lintas sehingga arus lalu lintas tidak terganggu.


Penempatan Material Dan Pelaksanaan Di Lokasi Kerja
Hal-hal yang harus di pertimbamgkan untuk menempatkan material dam peralatan di jalan:
·      Atur semua meterial dan peralatan dan peralatan agar tidak berserakan kemudian pasang alat keselamatan kerja.
·      Pada malam hari, nyalakan lampu pengaman agar pihak ke 3 dapat melihat dengan jelas.
Cara Parkir
Hal-hal yang perlu dipertimbangkan dalam memarkir kendaraan:
·      Lindungi para pekerja dari kecelakaan lalu lintas. Kendaraan harus selaalu di parkir di daerah yang berlawanan dengan arus lalu lintas.
 








·      Pasang rem tangan dan ganjal ban di depan dan di belakang.
·      Pasang gigi rendah atau gigi mendur sesuai dengan kemiringan lokasi.
Jalur untuk pejalan kaki
Untuk menjaga keselamatan dan memberi ruang untuk pejalan kaki, beri jarak 1,5m pada lebar jalan. Jika sangat terpaksa sediakan jarak minimal 0,75m
Jalur untuk pejalan umum:
·      Di jalan yang sempit pertimbangkan beberapa hal-hal berikut:
·      Di jlan satu arah, sisakan lebar jalan 3 m atau lebih.
·      Di jalan dua arah, sisakan lebar jalan 5,5 m atau lebih.

Pemasangan Rambu-rambu pengaman
Tujuan :
Saat melakukan pekerjaan di jalan, penting untuk memberitahukan soper dan pejalan kaki bahwa sedang ada konstruksi. Fasilitas keselamatan kerja tidak hanya berfungsi sebagai infomasi bagi sopir dan pejalan kaki akan adanya konstruksi tapi agar lalu lintas dan pekerjaan berjalan lancar. Fasilitas keselamatan kerja di pasang terutama untuk mencegah terjadinya kecelakaan.


Yang harus di perhatikan saat pemasangan keselamatan kerja:
·      Instalasi fasilitas keselamatan kerja harus dilakukan dengan benar untuk mencegah terjadinya kecelakaan. Untuk itu fasilitas keselamatan kerja tidak boleh di cabut atau di ganti dengan alasan karena waktu konstruksi yang pendek atau resiko kecelakaan yang rendah.
·      Papan peringatan dan safety cones harus berukuran besar dan menggunakn lampu.
·      Karena waktu pemasangan dan pencabutan fasilitas keselamatan kerja sangat berbahaya, harus ada orang yang menagtur lslu lintats, lakukan hal itu secepat mungkin.
·      Fasilitas keselamatan kerja dipasang mulai dari arah datangnya kendaraan. Sedangkan pencabutan di lakukan dari arah perinya kendaraan.









·      Setelah fasilitas keselamatan kerja di pasang, pastikan fasilitas-fasilitas tersebut dapat berfungsi dengan baik.
Jenis-jenis rambu pengaman:
Papan peringatan (rambu penagman) di pasang di seberang jalan agar kendaraan-kendaraan tidak memasuki lokasi konstruksi.






 









Tujuan pemasangan papan peringatan:
·      Papan peringatan dipasang agar pengemudi dan pejalan kaki bisa melihat lokasi konstruksi didepan mereka.
·      Papan perinagtan dapat dipasanga pada jarak 50-1000m dari lokasi kostruksi.

·                PERTOLONGAN PERTAMA PADA KECELAKAAN ( PPPK )
Pada saat kita sedang bekerja, meskipun kita sudah memetuhi peraturan keselamatan kerja, tidak mustahil pula akan terjadi kecelakaan kerja baik yang ringan ataupun berat, misalnya:
·         Sengatan listrik saat bekerja pada saluran kawat
·    Kejatuhan benda keras dari atas, dsb. Untuk itu, kita harus mengetahui beberapa hal penting cara mengatasinya guna menghindarkan akibat yang fatal bagi si korban.


1.         Pertolongan Pertama Pada Korban Yang terkena Aliran Listrik Di atas Lantai atau Tanah:
ü Peolong harus diperlengkapi dengan bahan – bahan berisolasi, misalnya: sarung tangan dari karet/plastik atau dibalut dengan kain yang kering, kaki beralaskan dari karet, karpet atau kayu, keset yang kering. Bisa menggunakan tongkat yang kering.
ü Langkah peolongan:
·         Putuskan /jauhkan kawat/kabel dari si korban dengan kapak ata talidsb.
·         Tarik si koraban dengan memegang bajunya untuk membebaskan si koraban dari kawat/kabel hidup, atau bila kabel/kawat sumber listrik diketahui, segeralah mematikan saklar utama atau mencabutnya dari stop kontak.

Jika strum kuat dan korban Pingsan
Strum kuat akan mengakibatka nafas dan denyut jantung berhenti, untuk itu kita harus sesegera mungkin memberikan pertolongan. Waktu setela kena strum sampai kira – kira 4 menit kemudian adalah angat mendekati kematian seseorang, maka pertolongan darurat yang harus diberikan nafas buatan yang bisa dilakukan dari mulut ke mulut atau mulut ke hidung.
Cara memberikan nafas buatan:
1.        terlentangkan korban dan bersihkan mulutnya
2.        angkat dan luruskan leher atau tengkuknya (menengadahkan kepala) agar didapat jalan nafas udara segar
3.        hembuskan nafas bersih ke mulut atau hidung si korban
4.        Usahakan selanjutnya adalah segera membawa korban ke rumah sakit terdekat sementara usaha darurat terus dilakukan sampai korban bernafas.
    
Cara memberi nafas buatan:
Dari mulut ke hidung
·           posisi kepala korban tengadah
·           ambil nafas dalam-dalam kemudian hembuskan ke lubang hidung korban
·           pada saat tersebut mulut korban harus ditutup dengan tangan kita agar udara benar-benar masuk
·           ulangi hal tersebut sampai dia mulai bernafas
·           Jika belum juga ada tanda-tanda bisa bernafas, usahakan memberi nafas buatan agak cepat


Dari mulut ke mulut.
·           posisi badan tengadah
·           pijit hidung si korban
·           buka mulutnya, kemudian hembuskan udaradari mulut kita ke mulut korban
·           Meneliti apakah korban bisa bernafas atau belum
·           perhatikan dada mulai bernafas atau belum setelah kita memberi hembusan
·           bila masih tersendat lakukan lagi nafas buatan 4 kali agak cepat dan dalam
·           Periksa denyut jantung bila dengan nafas buatan tidak ada tanda-tanda bernafas, pada lekuk leher dan pada nadi pergelangan tangan.
·           Periksa juga biji-biji mata melebar atau tidak mengedip bila disinari langsung


Pertolongan pertama pada luka
·           Luka tidak boleh dipegang, jangan membasuh luka dengan air meskipun luka tampak kotor.
·           Tutuplah segera luka dengan pembalut luka yantg steril kering. Jangan mempergunakan bahan kain yang menutup luka misalnya sapu tangan, bahan bekas. Apabila bahan-bahan yang steril tidak tersedia lebih baik dibiarkan terbuka.
·           Pembalut luka hanya dapat menahan luka-luka yang dangkal. Pada waktu membalut luka misalnya pada anggota badan, usahakan anggota badan yang terluka diangkat ke atas. Apabila luka sangat dalam dan pendarahan banyak diusahakan pencegahan pendarahan seperti pembahasan berikut ini.

*                           Macam-macam luka
 pendarahan arteri
·           pendarahan arteri dapat diketahui apabila darah keluar memancar dari luka, cobalah menghentikan darah dengan membalut luka dengan pembalut streril. Apabila tidak berhasil tekuklah sampai batas maksimum sendi sendi tepat di atas luka (misalnya sendi paha, lutut, sikut) dan pada posisi tersebut ikat dengan pita kain atau sabuk, apabial masih tidak berhasil pasang torniket pada lengan atas atau paha. Jika torniket tidak ada blokir dengan menekan arteri tersebut dengan kedua ibu jari dilekatkan paralel pada tempat tersebut.

 luka pada mata
·           Balut kedua mata meskipun yang satu tidak luka, dengan plester apabila luka karena bahan kimia, misalnya: kena soda, asam keras, atau amoniak cucilah mata dengan air bersih. Pergunakan ibu jari dan telunjuk untuk membuka mata selebar-lebarnya.
·           keracunan gas
·           Usahan udara yang bersih, penderita dibawa ke luar atau jendela dibuka.



Ada dua macam gas yang berbahaya:
·           gas yang tidak berbahaya untuk paru-paru misalnya gas yang meracuni darah dan syaraf, narkotika, karbon monoksida, asam sianida, ether, chloroporm, uap bensin atau bensol. Buka baju penderita, jangan sekali-kali memberi minum penderita yang pingsan. Gosoklah tangan dan kaki penderita dengan tangan, apabila pernafasannya berhenti usahakan pernafasan buatan, kalau dapat dengan alat penghisap oksigen.
·           Gas yang merusak paru-paru seperti chlor phosgen, gas nitro, sulfur dioksida, dsb. Buka baju penderita, kemudian jauhkan penderita dari baju yang sudah penuh dengan gas. Usahakan pasien tenang dan berbaring terlentang, jangan diperbolehkan untuk berjalan. Apabila sadar berilah air kopi atau air panas, dalam hal ini pernafasan buatan dilarang.


2.      Pertolongan Pertama pada Korban Di atas Tiang.
·                Penolong segera naik tiang dengan sabuk pengaman dan membawa tali penolong.
·                Putuskan kawat hidup dari korban.
·                Beri segera nafas buatan 4 – 6 kali dengan hembusan kuat.
·                Persiapakan penurunan korban dengan tali.
·                Tali diikatkan pada sabukpengaman koraban dan dadanya agar korban tetap tegak.

·                PERALATAN KESELAMATAN KERJA
Jenis dan fungsi peralatan kerja (minimal yang harus dimiliki):
1.        Rambu-rambu pengaman
Untuk memberikan informasi kepada masyarakat umum disektar lokasi bahwa ditempat tersebut sedang dilakukan sesuatu kegiatan
2.        Helm Pengaman
Fungsi utama dari helm adalah untuk menghindari kepla dari benturan mekanis.
3.        Sabuk Pengaman
Berfungsi untuk melindungi tangan dari gesekan benda-benda tajam juga pelindung terhadap sengatan listrik.
4.        Sepatu Lapangan
Berfungsi selain untuk melindungi kaki dari benturan mekanis juga berfungsi sebagai pelindung terhadap serangan listrik.
5.        Alat Pengetes Gas(Gas detector)
Untuk mengetahui kandungan udara di daalm manhole
6.        Kipas Angin ventilasi manhole(Ventilator)
Fungsi utama untuk menghilangakan gas-gas berbahaya serta mencukupi kandungan oksigen.
7.        Masker
Diilakukan pekerja untuk melakukan pertolongan bagi korban kecelakaan yang diakibatkan keracunan gaas-gas berbahaya.
8.        Tangga
Berfungsi untuk membantu pekerja di tempat yang tinggi (diatas tiang) yang tidak terjangkau oleh tangn pekerja.
9.        Tali
Untuk mengikat peralatan saat menaikkan untuk menurunkan peralatan diatas tiang atau di dalam manhole.
10.    Alat penerangan
Berfungsi untuk membantu pekerja saat melakukan kegiatan di tempat yang gelap.
11.    Tenda
Melindungi pekerja dari panas dan hujan.
12.    Handy talky
Berfungsi untuk komunikasi antara petugas yang kerjanya saling berjauhan.
13.    Head Cop
Berfungsi untuk melindungi telinga dari kebisingan.
14.    Baju Lapangan
Untuk melindungi tubuh dari pengaruh luar
15.    Pompa Air
Untuk mengeluarkan air di dalam manhole .






E.         PENUTUP

*             KESIMPULAN
·                Peralatan dan lingkungan yang kurang / tidak aman serta faktor manusia yang ceroboh dapat menyebabkan kecelakaan kerja.
·                UU-RI No.1 Tahun 1970 tentang keselamatan kerja adalah UU yang mengatur tentang tata cara keselamatan kerja secara umum dilapangan yang didalamnya terdapat aspek-aspek yang bertujuan melindungi keselamatan kerja para pekerja.
·                Aspek-aspek dalam UU keselamatan kerja mencakup tentang istilah-istilah dalam kerja lapangan,syarat-syarat keselamatan kerja,pengawasan kerja,pembinaan kerja,panitia pembinaan keselamatan dan kesehatan kerja,kecelakan,kewajiban dan hak tenaga kerja,kewajiban memasuki tempat kerja dan kewajiban pengurus.
·                Majunya industrialisasi,mekanisasi,elektrifikasi,dan modernisasi berpengaruh terhadap meningkatnya intensitet kerja operasionil dan tempo kerja para pekerja.
·                Yang dimaksud pengertian keselamatan kerja adalah tindakan yang dilakukan sebelum bekerja untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan dan mengurangi resiko kecelakaan yang dapat menghambat kelancaran kerja.

*                                SARAN
·                Setiap perusahaan harus melengkapi setiap pekerjanya dengan perlengkapan keselamatan yang memadai.
·                K3LH baik diterapkan disetiap perusahaan.
·                Siswa yang melaksanakan praktek kerja lapangan harus menggunakan warepack.

0 komentar:

Posting Komentar

 
;